Tinggalkan Cara Mengajar Gaya Lama
Para guru diminta untuk meninggalkan cara mengajar gaya lama. Dengan perkembangan zaman dan teknologi saat ini, guru harus mengupdate metode mengajar terkini agar dapat memenuhi sasaran pendidikan itu sendiri.
“Dulu kita mengikuti aturan lipat tangan. Jika guru keluar kelas, kita tetap belajar,” kata Kabid Pendidikan SMP Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Bireuen, Zamzami, pada Sosialisasi Pengawas Ujian Nasional (UN) 2019 di Aula Lama Setdakab Bireuen, Senin (8/4).
Dikatakan, guru harus terus meningkatkan kompetensi dan keterampilan dalam mengajar yang menyenangkan dengan memanfaatkan teknologi, karena sifat anak di zaman sekarang sudah jauh berbeda. Jika guru keluar kelas, maka tak lama kemudian, para siswa pasti akan ikut keluyuran.
“Meskipun kita sudah menjadi guru, harus tetap belajar. Jika guru malas belajar, maka lebih baik berhenti jadi guru. Sebab, perkembangan metode belajar-mengajar kini sudah sangat berbeda dan berkembang dibanding dulu,” katanya.
Hal itu dipaparkan Zamzami untuk merubah pola pikir para guru yang sebagian masih belum memiliki kemampuan mengajar sesuai dengan kondisi terkini. Harapannya, mutu pendidikan Bireuen jenjang SMP ke depan bisa meningkat.
Sebagai persiapan UNBK, Disdikpora Bireuen sejak dini sudah mendorong semua SMP di daerah tersebut untuk memperdalam materi dan soal UN serta mempelajari kisi-kisi soal, termasuk dengan menggiatkan kegiatan belajar tambahan.
Dunia pendidikan adalah dunia yang dinamis. Seiring perkembangan zaman, perubahan banyak terjadi pada dunia pendidikan. Saat menjadi siswa, Guru Pintar pasti merasakan perbedaan signifikan dengan siswa zaman sekarang. Begitu juga dengan cara guru mengajar, pasti ada perbedaan mencolok. Berikut ini adalah lima perbedaan cara mengajar guru zaman dulu dan guru zaman sekarang.
Teaching Style – Tinggalkan Cara Mengajar Gaya Lama
Dulu, siswa hanya mendengarkan guru menjelaskan. Pendidikan zaman dulu menggunakan gaya mengajar yang berpusat pada guru (teacher-centered). Guru menjadi sumber utama belajar karena buku-buku saat itu mahal dan tidak mudah diakses.
Sekarang, dunia pendidikan mengenal konsep merdeka belajar. Gaya mengajar guru lebih berpusat pada siswa (student-centered). Siswa diberi kesempatan luas untuk bereksplorasi dan mengembangkan diri. Kemudahan akses buku dan informasi melalui internet memungkinkan siswa belajar dari mana saja.
Dalam mempersiapkan pelajaran, guru sekarang tidak perlu menulis RPP di buku besar seperti dulu. RPP guru sekarang bahkan bisa dibuat satu lembar saja.
Teacher-Student Interaction
Dulu, guru adalah sosok yang sangat dihormati sekaligus ditakuti. Ada ungkapan “mendengar bunyi sepatu guru saja, siswa sudah lari ketakutan.”
Sekarang, guru memiliki peran banyak. Tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai orang tua dan teman bagi siswa. Hubungan siswa dan guru sekarang lebih dekat dan akrab.
Technology Used in Teaching
Dulu, kapur tulis dan papan tulis hitam adalah senjata utama guru saat mengajar. Media yang digunakan biasanya berupa alat peraga atau benda asli.
Sekarang, guru sangat akrab dengan teknologi. Guru masa kini sering memanfaatkan berbagai aplikasi untuk menunjang pembelajaran. Mereka membuat media pembelajaran interaktif seperti video, slide presentasi, games, dan kuis interaktif.
Assignments/Tasks Given
Dulu, siswa sering mendapat tugas merangkum atau mengerjakan soal-soal. Kadang, siswa mendapat tugas menuliskan materi melalui dikte dari guru karena keterbatasan akses buku dan informasi.
Guru sekarang menerapkan berbagai jenis tugas untuk mengukur perkembangan belajar siswa. Seringkali guru memberikan tugas berupa proyek yang membuat siswa lebih kreatif dan melatih kemampuan bekerja dalam tim. Tugas bisa berupa video, infografis, proyek, gambar, atau unggahan di media sosial.
Reward and Punishment
Reward dan punishment dulu dan sekarang sangat berbeda. Guru dulu menggunakan cara-cara tegas untuk mendisiplinkan siswa, seperti lari mengelilingi lapangan, berdiri di pojokan kelas, atau dipukul dengan tongkat. Siswa tidak berani mengadu kepada orang tua, dan jarang ada orang tua yang protes jika anaknya mendapat hukuman di sekolah.
Sekarang, punishment yang diberikan guru bukan lagi hukuman fisik. Jika siswa melanggar, konsekuensi lebih pada konsekuensi akademis, seperti membaca buku dan membuat resensi, diberikan peringatan lisan, atau menjadi asisten guru di kelas. Reward juga lebih beragam, mulai dari pujian, memberikan bintang/poin, hingga menjadikan siswa berprestasi sebagai leader di kelasnya.